Oleh : 1. Joko Susanto
2. Icha Rizky P.
3. Hangga Aditya R. P.
4. Harriadi Sucipto
5. Ignatius Denny S.
6. Indra Sadewo
A. Pengertian Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah
proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan
tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis tersebut disebut teknik Head to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi. Dalam Pemeriksaan fisik daerah abdomen pemeriksaan dilakukan dengan sistematis inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni
sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut.
Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi
pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
B. Pemeriksaan Fisisk Persistem
1. SISTEM CARDIOVASKULER
Perkusi Batas Hati
Perkusi Lambung
1. SISTEM CARDIOVASKULER
INSPEKSI
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
Dilakukan
inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam
posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit
ditemukan misalnya pada stenosis mitral.
dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. Pulsasi ini letaknya
sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada
waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan
melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri.
PALPASI
Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Dalam
keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri
iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari
linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang
interkostal IV.
Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta.
Aneurisma
aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II
kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri
menunjukkan adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
Getaran/Trhill
Adanya
getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau
penyakit jantung congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah
dipalpasi apabila orang tersebut melakukan pekerjaan fisik karena
frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan terabanya
getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung.
PERKUSI
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung.
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta.
pericardium dan aneurisma aorta.
Batas kiri jantung
· Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
· Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
· Normal : Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri
(tempat iktus)
Batas Kanan Jantung
· Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
· Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
· Normal : Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal
III-IV kanan, di linea parasternalis kanan.
Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea
parasternalis kanan.
AUSKULTASI
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
Dengarkan BJ I pada :
· ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
· ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
· ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
· ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
· Terdengar di daerah mitral
· BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi separo dari fase diastolik, nada rendah
· Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal
· Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, BJ III merupakan tanda abnormal.
· BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awal sistole. Dub adalah suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan terdengar suara yang terpecah.
2. SISTEM PENCERNAAN
INSPEKSI
a. Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
b. Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
c. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.
d. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
e. Pemeriksa
berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna
abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena,
dan striae serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
f. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
g. Perhatikan
pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen
tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi
mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul,
tanyakan kepada pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
h. Bila
terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/
perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi
tali/ perban untuk menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan
monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan abdomen, maka jarak
kedua simpul makin menjauh.
i. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
j. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.
PALPASI
Abdomen
a. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
b. Lakukan
palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah
diketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
c. Tempatkan
tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari
ekstensi dan berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi
dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk
mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
e. Bila
otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 – 7,5 cm, untuk
mengetahui keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas
teraba selama palpasi
f. Perhatikan
karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi
ukuran, lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
g. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman.
h. Bila
ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian
lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan
melepaskan tekanan.
i. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot abdominal
Hepar
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan
tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada
iga kesebelas dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan
telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala /
superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di
garis klavikular di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
Kandung Empedu
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada iga XI dan XII dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan
telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala /
superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di
garis klavikular di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
g. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
h. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam selama palpasi.
Limpa
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan tekanlah keatas.
d. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
e. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam.
f. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
g. Apabila
dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring
miring kekanan dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
h. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test
Aorta
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah.
Pemeriksaan Asites
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Prosedur ini memerlukan tiga tangan.
d. Minta
pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan
dan lengan atas tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
e. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi dengan ujung- ujung jari pemeriksa.
f. Rasakan
impuls / getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya
atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan
getaran gelombang cairan.
Colok Dubur
Pemeriksaan
abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang menyenangkan
sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
pasien dalam posisi miring (symposisi), lithotomi, maupun knee-chest.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan satu tangan maupun dua tangan
(bimanual, satu tangannya di atas pelvis). Colok dubur perlu hati-hati
karena sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh karena itu colok
dubur dilakukan serileks mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya
penderita kencing terlebih dahulu. Pada posisi lithotomi diagnosis letak
kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan, jam 9
sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.
AUSKULTASI
a. Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c. Letakkan
kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah. Berikan
tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin
diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan
menentukan tidak adanya bising usus.
d. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya.
e. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
f. Kemudian
gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian
epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka,
femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat
gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
PERKUSI
Abdomen
Lakukan
perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ
berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani,
sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.
Perkusi Batas Hati
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
b. Lakukan
perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser
perlahan keatas, sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi
pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
e. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke celah tulang iga ke 7.
f. Jarak
batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan bagian
bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani
3. PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN
INSPEKSI
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Inspeksi
thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi, massa,
gangguan tulang belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis,
jumlah irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
4) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
5) Saat
mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD.
6) Kaji
konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan
diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai
5:7, tergantung dari cairan tubuh klien.
7) Kelainan pada bentuk dada :
a) Barrel
Chest, Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan
diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel
Chest (Pectus Excavatum), Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah
dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar,
yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia,
marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon
Chest (Pectus Carinatum), Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan
sternum, dimana terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien
dengan kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis,
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan
kelainan muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e) Kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien tampak bongkok.
f) Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.
8) Observasi
kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya
ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
9) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
PALPASI
1) Dilakukan
untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal
premitus (vibrasi).
2) Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4) Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
PERKUSI
1) Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2) Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan untuk mengetahui batas antara bagian jantung dan paru.
AUSKULTASI
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a) Bronchial
: Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti
diantara kedua fase tersebut.
b) Vesikular
: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih
panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c) Bronchovesikular
: merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama
panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana
bronchi tertutup oleh dinding dada.
4. SISTEM MUSKULOSKELETAL
Inspeksi
1) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh tubuh.
2) Inspeksi
ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati
adanya atrofi atau hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa
dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
3) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan meteran.
4) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6) Skoliosis
ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang
tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang
menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan.
7) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan Persendian.
8) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9) Inspeksi pergerakkan persendian.
Palpasi
1) Palpasi
pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan
pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi
tiba-tiba secara involunter (spastisitas)
2) Uji
kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas
kiri.
3) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
4) Palpasi
sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi
mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus.
Suara gemletuk dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di
antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan
arthritis, mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak
rata tersebut yang saling bergeseran satu sama lain.
5) Periksa
adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis
menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid
arthritis lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi
mempunya pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam
dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri.
6) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.
Perkusi
1) Refleks
patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)
dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2) Refleks
biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90º, supinasi dan
lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian
dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi.
Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan
dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks
triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90º, tendon triceps
diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm
diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps,
sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus
yang sementara.
4) Refleks
achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan
refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas
tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5) Refleks
abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan
kearah daerah yang digores.
6) Refleks
Babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai
pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking
dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika
ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.
Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
5. SISTEM ENDOKRIN
Inspeksi
a. (warna
kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau
cushing syndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme.
b. Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan penyakit akromegali mata.
c. Kuku
dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien
dengan penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada
penyakit hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme
terdapat pada penyakit cushing syndrom.
d. Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
e. Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan dan jari-jari klien kontraksi (spasme karpal).
Palpasi
a. Kulit
kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana
kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan
hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM.
b. Palpasi
kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada
trachea dibawah kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke
kanan Minta klien untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada
sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) : Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter.
Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit“. Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak ada bunyi.
6. SISTEM INTEGUMEN
Inspeksi
a. Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak teratur
b. Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
c. Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
Palpasi
a. Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b. Tekstur kulit.
c. Turgor kulit, normal < 3 detik
d. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk, mobilisasi.
e. Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5 detik.
7. SISTEM NEUROLOGI
Inspeksi
a. Kaji
LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan
pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
b. Kaji status mental.
c. Kaji adanya kejang atau tremor.
Palpasi
a. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
b. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
c. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur.
Perkusi
a. Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
b. Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
8. SISTEM REPRODUKSI
Inspeksi
1. Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.
2. Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
3. Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
4. Apakah
terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan
pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae
nigra, hiperpigmentasi, dan areola mamma.
Palpasi
1. palpasi menurut Leopold I-IV
2. Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
3. Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada ketegangan ketuban.
4. Bagian
terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari
janin, penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah
ada penghalang di bagian bawah yang dapat mengganggu jalannya
persalinan.
5. Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah bagian janin masih dapat didorong ke atas.
Auskultasi
Auskultasi
untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim, denyut jantung
janin, aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan
retroplasenter.
9. SISTEM PERKEMIHAN
Inspeksi
a. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen.
b. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
c. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
d. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan.
Palpasi
a. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
b. Untuk
melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan
kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung
cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk mendorong ginjal ke
depan). Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di
lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk
menangkap ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan
ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan
kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
c. Dilanjutkan
dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan
kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri
diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus,
minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan
kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar
kedua tangan (normalnya jarang teraba).
Perkusi
Untuk
pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan mempersilahkan
penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa
berdiri di belakang penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut
kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu
tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra
torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan
tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons
terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar